Apa itu hanjeli?
Beberapa orang mungkin belum mengetahui atau jarang mendengar tentang hanjeli. Dari namanya, mungkin sekilas mirip dengan nama orang. Padahal, hanjeli itu adalah nama tanaman yang bentuk fisiknya mirip gandum dan jagung. Dalam bahasa Inggris hanjeli disebut job’s tears atau ada juga yang menyebutkan sebagai chinese pearl. Tanaman ini jarang digunakan sebagai sumber bahan makanan, sebagian besar, hanjeli dimanfaatkan dalam produksi kerajinan tangan. Para petani sendiri hanya memanfaatkan hanjeli sebagai tanaman sela atau tanaman pagar. Padahal, banyak sekali manfaat yang bisa diperoleh jika pemanfaatan tanaman ini lebih dikembangkan khususnya dalam produksi bahan pangan.
Mengapa hanjeli dapat menjadi sumber bahan pangan?
Bahan pangan yang menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia adalah padi atau beras. Beras diketahui mengandung karbohidrat yang merupakan sumber energi bagi tubuh manusia. Hanjeli berdasarkan beberapa penelitian dan literatur diketahui memiliki unsur-unsur seperti yang terkandung dalam beras yang dapat menjadi sumber energi bagi tubuh. Selain itu, hanjeli kaya akan lemak. Namun, jangan salah mengartikan lemak yang dikandung oleh tanaman ini. Lemak yang ada pada tanaman hanjeli ini adalah lemak nabati yang mudah dicerna oleh tubuh kita sehingga tidak akan akan mengakibatkan penumpukan atau penimbunan lemak dalam tubuh. Selain itu kelebihan tanaman ini juga ada pada kandungan gizi yang terdapat di dalamnya. Pada takaran yang sama dengan beras, kandungan gizi pada hanjeli lebih besar kadarnya. Maka dari itu, hanjeli bisa dikonsumsi dengan porsi yang lebih sedikit dibandingkan dengan porsi jika kita mengkonsumsi beras.
Manfaat lain dari tanaman hanjeli adalah kegunaannya sebagai obat berbagai penyakit. Bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah biji dan akar hanjeli.
Permasalahan diversifikasi konsumsi pangan
Upaya diversifikasi konsumsi pangan di Indonesia selalu terbentur oleh permasalahan klasik yakni adanya paradigma ”belum makan, jika belum makan nasi”. Permasalahan ini merupakan yang tersulit untuk diatasi, dibandingkan dengan kurang perhatiannya pemerintah, dan lahan budidaya yang terus berkurang. Segala sesuatu berawal dari niat dan kehendak. Kehendak untuk melancarkan upaya diversivikasi konsumsi pangan mungkin baru akan tercapai jika paradigma tersebut dapat dilunturkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar